Penulis: Redaksi
SINAR MEDAN | MEDAN
Terkait dugaan ditangguhkannya seorang lelaki pelaku dugaan pencabulan berinisial MIA (25) seorang oknum guru pesantren di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara (Sumut) oleh pihak Polres Asahan, mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan.
Hidayat Afif SH, seorang Pemerhati Hukum dan Sosial Advokat pada Kantor Hidayat Afif dan Rekan dari LBH Pospera Asahan bereaksi keras akan hal itu.
"Kalau benar dugaan ditangguhkannya tersangka tersebut, apa pertimbangan pihak kepolisian. Siapa yang bertanggung jawab, bila Aparat Penegak Hukum (APH) tidak mampu menghadirkan tersangka," tegas Hidayat Afif dalam keterangannya melalui WhatsApp, Selasa (6/12/2022) sekira pukul 13.30 wib.
Penangguhan itu, lanjut Hidayat, sangat mencederai rasa keadilan. Perdamaian bukanlah syarat penangguhan, siapa yg bisa menjamin tersangka tidak mengulangi perbuatannya.
"Sejak ditahan 28 Juli 2022, hingga sekarang sudah lebih 120 hari perkara itu gak jelas progressnya," tuturnya.
Lebih lanjut diutarakannya, mengutip Dosen Hukum Pidana, Viktimologi dan Hukum Pidana Anak Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Doktor Amira Paripurna menjelaskan, kasus pencabulan yang korbannya anak di bawah umur bukan delik aduan.
Sehingga meski terjadi mediasi perdamaian, hingga orang korban atau korban mencabut laporannya, maka pidananya tidak serta merta hilang.
"Tidak ada istilah pencabutan, polisi wajib melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut, manakala sudah cukup bukti," katanya.
Kasus pencabulan dengan korban anak di bawah umur, menggunakan Undang-undang perlindungan anak. Apabila pelaku ada hubungan keluarga seperti orangtua kandung, wali, orangtua asuh dan pendidik, maka hukumnya harus diperberat.
Hal ini sesuai ketentuan undang-undang perlindungan anak, ditambah sepertiga dari ancaman maksimal 15 Tahun penjara, dengan pidana denda Rp5 Miliar.
Diketahui sebelumnya, seorang oknum pengajar di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Asahan diduga mencabuli salah seorang muridnya.
Pelaku berinisial MIA (25) penduduk Sei Dadap, Kabupaten Asahan itu diamankan anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Asahan beberapa waktu lalu. Penangkapan itu, berdasarkan laporan dari orang tua korban.
Modus pelaku, dengan mengajak korban tidur di kamarnya, kemudian mencabuli korbannya.
Sebelum melancarkan aksinya, pelaku lebih dahulu membangun hubungan kedekatan dengan korban. Bahkan memberi uang jajan dan makanan kepada korban.
"Karena kedekatan tersebut, pelaku dengan leluasa mengajak korban datang ke kamarnya hingga terjadi percabulan berulang kali di waktu berbeda," ucap Narasumber.
Aksi pelaku kemudian dilaporkan korban kepada orang tuanya. Kejadian ini, lalu diceritakan kepada yayasan kemudian memanggil korban dan pelaku.
"Saat itu, korban mengakui telah mengalami perbuatan cabul yang dilakukan pelaku," ujarnya.
Atas peristiwa itu, orangtua korban keberatan dan kemudian melapor ke Polres Asahan.
Namun informasi terakhir yang beredar, pelaku ditangguhkan dengan alasan sudah berdamai dengan korban.
Sementara itu Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Aris Merdeka Sirat ketika dikonfirmasi melalui layanan WhatsApp, belum memberikan komentar. Namun begitu, redaksi masih menunggu jawabannya.
(SM - Redaksi/Sumber)